Gugatan UU IKN di tolak MK : Ada 3 Gugatan Yang Resmi Ditolak

Admin
0

Hari ini terjadi penolakan gugatan IKN oleh MK. Ada 3 gugatan yang resmi ditolak oleh MK. Gugatan yang dilayangkan oleh beberapa pihak dimana salah satunya adalah dari Din Syamsudin.


Dikutip dari CNN Indonesia, 3 gugatan IKN yang di tolak adalah :

Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan tiga perkara gugatan formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN). Penolakan itu dilakukan untuk seluruh permohonan para penggugat.

"Amar putusan mengadili menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Hakim MK Anwar Usman dalam persidangan, Rabu (20/7).


Hakim berpendapat pokok permohonan para penggugat dalam tiga gugatan itu tidak beralasan menurut hukum.


Putusan yang sama juga dikeluarkan hakim untuk dua perkara lain terkait IKN, yakni perkara  Nomor 25/PUU-XX/2022 permohonan Abdullah Hehamahua dan 11 orang lainnya, serta perkara nomor 34/PUU-XX/2022 diajukan Din Syamsuddin serta empat orang tokoh dan perkara nomor 49/PUU-XX/2022 diajukan Phiodias Marthias.


"Menurut Mahkamah dalil permohonan pemohon berkenaan dengan pengujian formil UU 3/2022 adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Sedangkan, terhadap hal-hal lain tidak dipertimbangkan karena dipandang tidak ada relevansinya," jelas hakim.


Pada 31 Mei lalu, Mahkamah Konstitusi juga memutuskan tidak menerima permohonan enam perkara gugatan UU IKN.


Mahkamah menilai empat dari enam permohonan tidak memiliki posita dan petitum yang jelas. Para pemohon yang mengajukan uji formil dan materil dinilai tidak memiliki kerugian langsung atas terbentuknya UU IKN.


Posita adalah dalil yang menggambarkan hubungan yang menjadi dasar suatu tuntutan. Sementara petitum berisi tuntutan yang diajukan oleh penggugat kepada hakim untuk dikabulkan.

Apa pendapat netizen

Dikutip dari FB Mardhani Jilal, "Hakim sering diungkapkan sebagai 'tangan Tuhan' di dunia. Tapi bukan Tuhan." 

Gugatan UU IKN Ditolak


Pemindahan ibukota adalah kebijakan yang digagas Joko Widodo selaku Presiden RI. Lalu disetujui mayoritas anggota DPR. Kemudian dituangkan ke dalam UU sehingga memiliki dasar hukum.


Dengan demikian setiap langkah dan tindakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka mewujudkan gagasan itu, sepanjang sesuai dengan ketentuan yang ditegaskan di sana, adalah merupakan sikap, langkah, dan perbuatan yang dilindungi UU.


Tapi ternyata ada sebagian kalangan yang tak sependapat. Atau setidaknya tak cukup terjelaskan dan ingin menguji hipotesa yang melatar belakanginya. Semata agar gagasan yang dipetkirakan menguras sumberdaya Negara itu, tak sia-sia. Bahwa hal tersebut memang keputusan terbaik bagi bangsa yang sesungguhnya memiliki berbagai kebutuhan mendesak dan tak kalah penting lainnya.


Mereka adalah warga Negara yang juga membayar pajak dan memiliki hak yang sama dengan Presiden, perwakilannya di DPR, juga hakim-hakim konstitusi yang siang kemarin berkesimpulan menolak gugatannya.


Gugatan tersebut merupakan langkah konstitusional terakhir yang dapat mereka lakukan. Sebab apapun keputusan yang siang tadi dibaca bergantian oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi tersebut, sifatnya final. Tak ada celah dan tak bisa lagi memohonkan langkah banding seperti pada pengadilan perdata maupun pidana umumnya.


Joko Widodo dan jajaran pemerintahannya, kini layak menepis sekecil apapun keraguan yang dulu mungkin mereka rasakan. Yakni sebelum putusan gugatan di atas tadi, disampaikan. Terlepas dari ketidak pastian investor dan badan usaha yang bersedia menggelontorkan sekitar 80 persen biaya untuk mewujudkan cita-cita Ibu Kota Negara yang dinamakan Nusantara itu, pemerintahan Joko Widodo kelihatannya bakal tetap membelanjakan anggaran yang tahun ini telah dialokasikan sekitar Rp 40 trilun.


Persoalannya bagaimana jika tak ada, atau tak cukup partisipasi swasta yang bersedia mendukungnya?


Apakah kebutuhan untuk mencukupkan IKN dapat berfungsi dan beroperasi, akan dianggarkan dari kas Negara lagi?


Bagaimana jika ada kebutuhan lain yang begitu mendesak -- sehingga pemerintah perlu mengupayakan 'refocusing' -- yang resikonya menyebabkan IKN terbengkalai?


Lalu bagaimana jika pada akhirnya pemindahan IKN tak jadi dilakukan?


Mungkin karena kebutuhan dana untuk meneruskannya tak kunjung tersedia. Mungkin karena disrupsi 'proses bisnis' pemerintahan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, berlangsung sedemikian cepat dan tak lagi membutuhkan fasilitas-fasilitas monumental di sana. Mungkin karena syarat kecukupan sumberdaya tak kunjung terpenuhi sehingga ibukota baru tak dapat beroperasi. Mingkin karena berbagai alasan konstitusional yang lain.


Artinya, kekhawatiran sebagian kalangan yang gugatannya ditolak para hakim Mahkamah Konstitusi yang diketuai ipar Joko Widodo kemarin, kemudian hari ternyata menjadi kenyataan.


Jika demikian apakah 'pemaksaan konstitusional' mewujudkan gagasan pemindahan IKN tersebut, tak membutuhkan payung hukum terhadap resiko keputusan yang nyatanya keliru karena mengabaikan pandangan lain?


Hakim sering diungkapkan sebagai 'tangan Tuhan' di dunia. Tapi bukan Tuhan.


Mardhani, Jilal -- 21 Juli 2022

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Bijaklah dalam berkomentar. Komentar diluar tanggung jawab populer247.com

Posting Komentar (0)
Ads 2
To Top